Jokowi Dinilai Lebih Mementingkan Elite Lingkarannya, Pansel Capim KPK Bentukannya Ditolak!

Jokowi Dinilai Lebih Mementingkan Elite Lingkarannya, Pansel Capim KPK Bentukannya Ditolak!

Untitled19

Presiden Joko Widodo via merdeka.com

 

Sumber.com - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menolak komposisi Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) periode 2019-2023 yang ditetapkan Presiden Joko Widodo. Koalisi menilai komposisi Pansel menimbulkan kesan politik akomodatif dan Presiden cenderung kompromistis terhadap kepentingan elit dalam lingkaran terdekatnya.

 

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi sendiri merupakan gabungan dari berbagai lembaga, yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, MCW, KRPK, SAHDAR Medan, GAK Lintas Perguruan Tinggi, Banten Bersih, dan MaTA Aceh.

 

Koalisi menganggap bahwa Presiden masih cenderung kompromistis terhadap kepentingan elit lingkaran terdekatnya dalam menetapkan nama-nama Pansel Capim KPK tersebut. Menurut Koalisi, sebagian komposisi Pansel Capim KPK punya catatan serius.

 

“Presiden harusnya mengevaluasi lebih dulu kinerja Pansel Capim KPK 2014-2019, mengingat pada periode kepemimpinan KPK hari ini, ada banyak catatan serius terkait kinerja KPK,” kata Koalisi dalam keterangan tertulisnya yang diterima dari Peneliti ICW Kurnia Ramadhana pada Sabtu, 18 Mei 2019.

 

Hal itu sepertinya abai dilakukan sehingga komposisi Pansel menimbulkan kesan politik akomodatif. Sementara beberapa nama Pansel juga memiliki kedekatan dengan Mabes Polri yang memicu kecurigaan adanya kehendak untuk mempertahankan kontrol elit Kepolisian atas KPK.

 

Atas berbagai catatan di atas, Koalisi berpendapat bahwa pertama, Presiden Jokowi tidak memiliki imajinasi besar dalam agenda pemberantasan korupsi. Target untuk meningkatkan Corruption Perception Index (CPI) Indonesia sulit diterapkan tercapai dengan materi Pansel demikian.

 

Kedua, Presiden Jokowi mendua dalam sikapnya untuk lebih all out. Harusnya momentum ini dimanfaatkan Presiden untuk meminggirkan desakan dan kepentingan segelintir elit, karena sikap akomodatif atas hal ini justru mengancam agenda pemberantasan korupsi.

 

“Presiden  Jokowi gagal memastikan kepada tim di istana untuk mempertimbangkan rekam jejak sebelum seorang ditetapkan sebagai anggota Pansel. Jika beberapa Pansel punya kedekatan dengan pihak tertentu yang berseberangan dengan KPK, semestinya tidak dipaksakan masuk sebagai anggota,” ucapnya.

 

Terakhir, Koalisi menolak komposisi Pansel Capim KPK yang sekarang karena adanya catatan serius terhadap beberapa nama pansel yang menurut kami tidak sejalan dengan agenda pemberantasan korupsi dan penguatan KPK. Sehingga akan memengaruhi kualitas Capim KPK yang akan dipilih kemudian.

 

Sebagaimana diketahui Pansel Capim KPK 2019-2023 tersebut dipimpin Yenti Ganarsih sebagai ketua merangkap anggota. Yenti merupakan seorang akademisi Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Selanjutnya, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indriyanto Senoadji ditetapkan menjadi wakil ketua merangkap anggota. Indriyanto juga diketahui pernah menjabat sebagai Plt Pimpinan KPK.

 

Tujuh anggota Pansel lainnya adalah pakar hukum pidana dan Hak Asasi Manusia (HAM) Harkristuti Harkrisnowo, akademisi dan pakar psikologi Universitas Indonesia Hamdi Moeloek, dan akademisi dan pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada Marcus Priyo.

 

Kemudian ada pendiri LSM Setara Institute Hendardi dan Direktur Imparsial Al Araf yang duduk sebagai anggota. Dalam Pansel tersebut juga duduk dua unsur pemerintah, yaitu Staf Ahli Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Diani Sadia dan Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi.

 

Baca juga: Negara Pertama di Asia, Taiwan Legalkan Pernikahan Sesama Jenis

 

Baca juga: Cak Imin Pede: Insya Allah Saya (Jadi) Ketua MPR