Di Rapat Paripurna DPR PKS Usul Pansus Kerusuhan 22 Mei, Golkar-PDIP Tak Setuju
Foto: Tribunnews
Sumber.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna untuk membahas tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN Tahun 2020. Namun dalam rapat tersebut terjadi beberapa interupsi, salah satunya soal Kerusuhan Aksi 22 Mei.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan dibentuk Pansus untuk menjembatani keluarga korban kerusuhan yang selama ini mengalami akses hukum dan informasi yang terbatas.
"Kami usul bentuk Pansus Kerusuhan 22 Mei, anggota keluarga mengalami kebuntuan proses hukum serta mereka yang mengalami akses hukum dan informasi," kata Anggota Fraksi PKS Aboe Bakar Al-Habsyi, Selasa (11/6/2019).
Anggota Fraksi PKS lainnya, Refrizal mengamini. Dia menyebut bahwa rakyat perlu mengetahui secara pasti dibalik aksi tersebut, berapa orang korban yang dibunuh dan informasi lain.
"Saya sampaikan kita harus memperjelas, baik itu melalui angket atau interpelasi, dan hak itu tidak melanggar Undang-Undang. Ini adalah UU MD3. DPR punya hak untuk itu. Saya ingin hak ini digunakan sehingga rakyat tahu peristiwa tanggal 21-22 (Mei) ini berapa orang yang dibunuh. Jangan mengentengkan nyawa manusia," kata dia.
Sementara, Fraksi Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tidak menyetujui pembuatan pansus. Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa kasus tersebut telah diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Nantinya, media bisa mengungkap kasus tersebut dan rakyat bisa menilainya sendiri.
"Pandangan saya kurang tepat, kita berikan kepercayaan kepada pemerintah secara sunggu-sungguh, masyarakat bisa menilai, media juga bisa mengungkap, apa yang terjadi dibalik semua ini," katanya.
Sedangkan politikus PDIP Arteria Dahlan menyebut bahwa wewenang ada diaparat, termasuk TNI dan Polri. Tugas aparat tidak hanya melindungi rakyat, kata dia. Tapi juga Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Kami melihat yang dilakukan aparat kepolisian yang dilakukan TNI, Polisinya rakyat, TNI adalah tentara rakyat, yang dilakukan kemarin sekedar melindungi eksistensi negara melindungi segenal tupah darah Indonesia, melindungi bawaslu melindungi KPU. Polisi diberikan bom molotov, rumah Polisi dibakar, itu simbol negara," tegasnya.
Source: Merdeka