Ditangan Florentino Perez, La Fabrica Dibuat Jadi Mesin Uang Tanpa Ada Pemainnya Tembus Tim Inti Madrid

Ditangan Florentino Perez, La Fabrica Dibuat Jadi Mesin Uang Tanpa Ada Pemainnya Tembus Tim Inti Madrid

La Fabrica

La Fabrica Real Madrid via youtube

 

Sumber.com - Satu dasawarsa sebelum era Florentino Perez, Lorenzo Sanz pemilik terdahulu Madrid masih menaruh harapan pada La Fabrica, akademi milik Real Madrid yang jadi pesaing La Masia. Di tangan Sanz, banyak nama pemain muda muncul dan jadi elemen penting klub mulai Manuel Sanchis, Raul Gonzales, Iker Casillas hingga terakhir Guti Hernandez yang bertahan lama sebagai starter di tim inti Madrid.

 

Lalu kemanakah generasi setelahnya? Memasuki era Florentino Perez, La Fabrica bukan berkontribusi sebagai pondasi tim Madrid dengan bertaburnya para wonderkid muda. Para pemain Spanyol asli yang bermain dari Juvenil hingga Castilla (tim kedua Madrid) jarang mampu bertahan lama di skuat utama, alih-alih malah dijual ke klub lain. Madrid malah banyak memanfaatkan La Fabrica sebagai mesin uang. Praktis alumni La Fabrica terakhir yang masih tampil di tim utama hanyalah Dani Carvajal dan Nacho saja. 

 

Ada 3 formula yang digunakan Florentino Perez dalam menaikkan harga para pemain mudanya yaitu dengan menggunakan skema buy back option saat menjual pemain lalu dibeli ketika pemain tersebut bersinar di klub yang dibelanya. Opsi pertama ini yang membuat Dani Carvajal dibeli kembali ketika tampil baik di Bayer Leverkusen dan Alvaro Morata kala melejit dipinjamkan ke Juventus. Dari opsi ini ada 2 kelebihan, pemain mendapat jam terbang dan kedua jika dijual harganya sudah meroket naik.

 

Itulah mengapa ketika dijual ke Juventus 20 juta euro, Madrid kembali membeli 30 juta euro namun menjual ke Chelsea 66 juta euro alias 2 kali lipat. Dari situlah Madrid mendapatkan keuntungan luar biasa dari hasil penjualan pemain. Dari Morata, Madrid mendapatkan 86 juta euro yang menjadi rekor penjualan nomor dua terbanyak ke klub lain.

 

 

Sisanya musim ini Madrid mendapatkan 50 juta euro dari penjuala Raul De Tomas ke Benfica seharga 20 juta euro dan gelandang tengah Marcos Llorente seharga 30 juta euro yang pindah ke Atletico Madrid. Bukan kebetulan juga Llorente akan bersua dengan Morata di Atletico sebagai sama-sama lulusan La Fabrica. Jika menghitung beberapa musim sebelumnya ada Jese yang dijual ke PSG seharga 25 juta euro, Jose Callejon ke Napoli seharga 10 juta euro dan Diego Llorente yang ke Real Sociedad 7 juta euro, praktis Madrid telah mengantongi 178 juta euro dari penjualan 6 pemain saja.

 

Opsi kedua, membeli pemain berbakat dari akademi lain lalu dimasukkan ke La Fabrica dan dipinjamkan ke klub lain sampai bersinar seperti contohnya Martin Odegaard yang kemarin bersinar di Vittese atau Andriy Lunin yang musim lalu dipinjamkan ke Leganes. Jika tak berkembang para pemain langsung dijual ke klub lain dengan harga yang tentunya sudah naik dari harga beli karena pembelian dilakukan di usia muda pastilah tidak terlampau mahal.



Dan terakhir opsi ketiga, adalah membeli pemain yang sudah jadi wonderkid dan masih sangat muda tampil kompetitif di klub awalnya seperti Vinicius Jr, Rodrygo. Opsi ini diambil mengikuti kesuksesan Raphael Varane dan Marcelo yang datang ketika usia masih muda. Namun ini jelas mematikan peran La Fabrica. La Fabrica hanya sebagai tempat produksi pemain tanpa pernah muncul talenta yang benar-benar jadi karena Real Madrid harus selalu kompetitif.

 

Minim ruang untuk para pemain muda berkembang kecuali pelatih benar-benar memberikan tempat untuk pemain muda layaknya Sir Alex mengolah akademi Manchester United. Dan nampaknya Zidane mulai melihat hal itu sebagai sebuah bagian dari regenerasi tim. Musim ini para pemain muda didatangkan namun tidak menaikkan status para pemain alumnus La Fabrica. 

 

Jika hal ini terus terjadi maka selamat tinggal para generasi selanjutnya, ketika impian the Next Iker Casillas, Raul dll harus rela tidak berkostum Real Madrid di masa depan.