Datangnya Bad Mood Bisa Diramal Melalui Teknologi Wearable, Benarkah?
Ilustrasi via haibunda.com
Sumber.com - Tren wearable device--perangkat teknologi yang dapat dikenakan di tubuh sehari-hari--semakin meroket. Didesain dengan berbagai bentuk, mulai dari kacamata, jam tangan, sampai sepatu, perangkat wearable disisipi teknologi canggih yang saat ini didominasi oleh feature kesehatan. Pengukur detak jantung, gula darah, hingga jumlah langkah kaki dapat dengan mudah ditemukan di berbagai perangkat wearable. Namun, bagaimana dengan feature yang menunjang kesehatan mental?
Dilansir Woman Talk, menurut Ipsit Vahia, psikiater dari McLean Hospital di Belmont, Massachusetts, AS, kehadiran perangkat wearable untuk kesehatan mental memiliki potensi yang tinggi. Termasuk juga feature yang mampu membaca mood secara akurat.
"Selama ini, kita hanya mengandalkan informasi dari pasien mengenai apa yang mereka rasakan. Ini sumber informasi satu-satunya yang dapat kita gunakan untuk mengambil keputusan," ungkap Vahia.
Vahia menambahkan, dengan adanya teknologi yang mampu melacak mood dengan baik, informasi yang dihasilkan pun menjadi lebih akurat, sehingga psikiater mampu memberikan penanganan yang sesuai kebutuhan pasien.
Perubahan mood tidak hanya membuat seseorang sedih, marah, ceria, semangat, atau gelisah. Kondisi mood juga mampu berpengaruh terhadap produktivitas sehari-hari, seperti sulit berkonsentrasi di tempat kerja. Jika ada teknologi wearable yang mampu meramalkan kapan datangnya bad mood, pengguna dapat lebih mudah untuk berjaga-jaga agar kondisi psikisnya tidak banyak memengaruhi aktivitas sehari-hari.
Dalam sebuah eksperimen terhadap 201 mahasiswa pada Juni 2018 mengungkapkan, elemen sensor yang ada dalam perangkat wearable memiliki tingkat akurasi 80% dalam mengidentifikasi terjadinya stres. Metode identifikasi ini salah satunya dilakukan dengan mengukur detak jantung, karena biasanya detak jantung akan lebih cepat saat merasa stres. Namun, ada pula kondisi tubuh lain yang menandai datangnya stres.
"Menurunnya pergerakan tubuh dan siklus tidur yang tidak beraturan menjadi tanda terjadinya depresi," ujar Vahia.
Hasil eksperimen ini menunjukkan, keampuhan elemen sensor dalam perangkat wearable dalam mengukur detak jantung dan siklus tidur sebenarnya sangat membantu dalam melacak mood.
Baca juga: Kenapa Manusia Tak Bisa Merasakan Rotasi Bumi?
Baca juga: Fakta Saturnus, Si Planet Besar Namun Ringan