Demokrat dan Cap Pengkhianat Yang Tersemat
Foto: Kompas
Sumber.com - Sejak jauh hari Partai Demokrat memastikan arah dukungannya ke kubu Prabowo Subianto - Sandiaga Uno untuk Pilpres 2019. Namun semasa kampanye, tampaknya partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut tidak terlihat proaktif membantu kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN).
Sempat beredar wacana di awal Maret silam bahwa SBY akan turun gunung, namun alih-alih mendampingi sang istri, Ani SBY, yang tengah sakit, wacana tinggalah wacana. SBY tidak sempat membantu Prabowo - Sandi.
Meminjam istilah Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, bisa dibilang bahwa dukungan Demokrat pada Prabowo - Sandi ibarat mobil tanpa mesin, hanya sebagai memenuhi persyaratan administratif agar tetap bisa ikut serta dalam kontestasi pemilu.
Pilpres 2019 memang belum selesai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum selesai melakukan perhitungan suara. Namun, tanda-tanda Demokrat 'pergi' dari koalisi Prabowo tampak di depan mata. Ada pihak yang menuduh Komandan Kogasma partainya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai pengkhianat. Hal tersebut disampaikan oleh Politius Partai Demokrat Andi Arief.
Sebabnya, kata dia, AHY mengajak semua pihak untuk menunggu pengumuman resmi KPU tanggal 22 Mei saat Capres Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno mengumumkan klaim kemenangan dalam Pilpres 2019.
"[AHY] dibully dan dituduh penghianat, hanya karena mengajak hidup benar," tulis Andi Arief dalam Twitternya yang dikutip Suara.com, Kamis (16/5/2019).
Prabowo – Sandiaga diumumkan oleh badan pemenangan nasionalnya menjadi pemenang Pilpres 2019 dengan meraup 54,24 persen suara. Persentase itu merujuk pada penghitungan yang dilakukan mereka sendiri. Penghitungan BPN Prabowo – Sandiaga tersebut berdasarkan formulir C1 yang didapat dari 444.976 TPS atau 54,91% dari total 819.329 TPS seluruh Indonesia.
Namun, kata Andi, AHY merupakan orang pertama dalam koalisi pendukung Prabowo – Sandiaga yang meminta semua pihak untuk menunggu hasil keputusan KPU pada 22 Mei. Gara-gara seruan itulah, kata Andi, putra sulung Ketua Umum PD Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, dituding pengkhianat.
Lebih dari itu, AHY juga kerap melakukan pertemuan dengan beberapa tokoh yang mendukung koalisi pemerintah. AHY memang sebelumnya diketahui berkumpul dengan beberapa Kepala Daerah di Museum Krani, Bogor. Kepala daerah itu diantaranya Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Emil Dardak, Azwar Anas hingga Bima Arya.
Pertemuan tersebut membuat BPN gerah. Juru Bicara BPN Andre Rosiade menyebut AHY sebagai sosok bangsawan politik yang tak berjuang dari bawah seperti dirinya yang dikatakan pejuang politik. Bangsawan politik seperti AHY ini, kata Andre, telah bersikap zig-zag dengan bermanuver seolah mencari perlindungan saat Pemilu bahkan belum selesai.
"Saya bukan bangsawan politik, tapi saya ingin mengkritik seorang 'bangsawan politik' yang saya anggap mengambil kebijakan zig-zag dan bermanuver di saat proses pemilu ini belum selesai," kata Andre usai menjadi pembicara diskusi di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Jumat (17/5) malam.
Lebih lanjut, Andre mengaku semula dirinya menghormati keputusan AHY menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara beberapa waktu lalu, meski pertemuan itu dilakukan AHY tanpa konfirmasi dengan Partai-partai di koalisi Adil Makmur.
Saat itu, kata Andre, dirinya percaya dengan ucapan Sekjen Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, yang mengaku tidak akan berpaling dan Demokrat tetap dalam tubuh koalisi Adil Makmur.
Namun, seiring semakin seringnya AHY bermanuver, Andre mengaku gerah dan tak terima apalagi ketika tahu bahwa AHY 'berkumpul' dengan sejumlah Kepala Daerah dan Tokoh yang jelas-jelas mendukung Jokowi-Ma'ruf di Pilpres ini.
"Saya percaya betul itu pernyataan Bang Hinca dan teman-teman Demokrat, tapi sebagai politisi muda, saya juga enggak mau, enggak bisa menerima ada pertemuan dengan kepala daerah lalu diasumsikan itu kepala daerah muda yang ingin mendukung perdamaian," sambung dia.
Sayangnya, Andre menyebut bahwa berbagai pertemuan yang dilakukan AHY tersebut tidak ada pemberitahuan sebelumnya ke pihak BPN. Bahkan AHY atau kader Demokrat tidak ada yang memberitahukan terkait pertemuan tersebut.
Dengan kata lain, AHY dalam hal ini Demokrat telah melakukan manuver secara pribadi, bukan keputusan bersama partai yang tergabung dalam koalisi.
"Nah, sang bangsawan politik (AHY) ini punya waktu untuk kongkow tapi tidak punya waktu datang ke BPN untuk berdiskusi dgn teman-teman BPN," sesal Andre.
Apakah Demokrat telah meninggalkan BPN? Hingga saat ini belum ada yang tahu. Namun tak bisa dipungkiri bahwa tudingan miring akibat manuver AHY belakangan membuat sebuah julukan tersemat: pengkhianat.