Fahri Hamzah : BPJS Defisit dan Guru Honorer Mesti Jadi Prioritas Bukan Pindah Ibukota

Fahri Hamzah : BPJS Defisit dan Guru Honorer Mesti Jadi Prioritas Bukan Pindah Ibukota

BPJS

Ilustrasi BPJS via CNNIndonesia

 

Sumber.com - Polemik pemindahan ibukota dalam Rapat Terbatas Kabinet yang dibuka ke publik oleh Presiden RI membuat banyak perdebatan dari berbagai pihak. Sebagian melontarkan bahwa pemindahan ibukota hanyalah pengalihan isu dan sekadar wacana. Sementara sebagian lagi mengkritik bahwa isu ini bukanlah isu yang krusial yang harus dieksekusi segera oleh pemerintah.

 

Salah satu yang berkomentar adalah Fahri Hamzah dalam pernyataannya di media sosial dimana menurutnya jangan becanda soal ibukota. Lebih baik selesaikan beragam persoalan lebih dahulu menghadang seperti defisit BPJS agar pelayanan kesehatan tidak terbengkalai, bayar gaji guru, angkat guru honorer hingga bangun ruang kelas dan perbaiki sekolah yang menjadi prioritas.

 

 

Defisit BPJS hingga 18 triliun pada akhir 2018 jelas mencoreng kinerja pemerintah. Rakyat yang jelas butuh pelayanan kesehatan dengan cepat tertangani seringkali menunggu lama hanya untuk mendapatkan kepastian dirawat. Sementara banyak rumah sakit yang tak sanggup membiayai beban obat dan lain-lain. Belum lagi guru honorer yang jumlahnya puluhan ribu belum mendapatkan kejelasan dari sisi kesejahteraan.

 

Isu ibukota pemerintahan baru jelas membutuhkan studi bertahap multi disiplin karena menyangkut roda pemerintahan. Menurut Jokowi, beban Jakarta yang menjadi pusat bisnis lebih utama dibanding menjadi pusat pemerintahan. Dengan berdirinya pusat pemerintahan baru, jelas akan ada lapangan kerja baru dari sisi infrastruktur, pemerataan pembangunan namun disatu sisi akan ada biaya-biaya tambahan untuk selanjutnya disaat masih banyak masalah yang menghadang.

 

Pemerintah sendiri hanya memberikan kriteria-kriteria seperti bukan daerah rawan bencana, berada di luar Jawa dan tengah Indonesia, dekat dengan laut (sebagai wilayah maritim) dan tersedia minimal lahan siap bangun 30 hingga 40 hektar milik pemerintah yang tidak perlu dibebaskan lagi. Sejauh ini wacana yang paling mungkin adalah daerah Kalimantan yang tidak termasuk kawasan rawan bencana seperti gempa bumi, gunung merapi yaitu Kalimantan Tengah namun Presden Jokowi tidak menegaskan lebih lanjut lagi.

 

Pemerintah benar-benar serius atau sekedar melempar wacana saja?