Megawati, Kenapa Getol Disentil Rachma-Sukma?
Ilustrasi Via Blogger
Sumber.com - Sekonyong-konyong Rachmawati Soekarnoputri memberikan bantahan terhadap tudingan Kivlan Zein makar. Malah, dia menyalahkan bahwa yang makar adalah kakak kandungnya sendiri, Megawati Soekarnoputri. Mega dinilai makar saat Gus Dur menjadi presiden.
"Kalau mau bicara secara objektif, yang disebut makar itu adalah Megawati Soekarnoputri ketika Gus Dur memerintah," ujar Rachma dalam konferensi pers di kediamannya, Jalan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta, Senin (13/5).
Kala itu, diceritakan Rachma, Megawati yang berstatus Wakil Presiden berbeda pandangan dengan Gus Dur sebagai kepala negara dalam penunjukan Kepala Kepolisian atau Kapolri.
"Gus Dur sudah mengatakan memilih Chaeruddin Ismail sebagai Kapolri, tapi Megawati melakukan insubordinasi pembangkangan terhadap Presiden. Dia melakukan apa yang dipilih adalah Bimantoro (Surojo Bimantoro)," jelasnya.
Bahkan, lanjutnya, bukan sekadar berbeda pandangan dengan Gus Dur, Megawati juga disebut membangun perpecahan di antara TNI-Polri kala itu.
"Kemudian dia pecah belah lagi TNI-Polri. Moncongnya yang namanya Jenderal Ryamizard sebagai KSAD. Saya ingat sekali saya ada di Istana sama Gus Dur, itu moncongnya sudah diarahkan ke Istana. Itu yang namanya makar unsurnya masuk, menggunakan kekuatan bersenjata," urai Rachma.
Rachma memang getol mengkritik Mega. Rachmawati mengakui keretakan hubungannya dengan Megawati bermula dari pelanggaran konsensus dalam keluarga Sukarno oleh Megawati pada 1980-an itu. Ia memprotes Guntur, namun jawaban yang ia dapatkan tak memuaskan.
Rachmawati pun sempat bertanya langsung, tapi Megawati hanya diam seribu bahasa. Ia curiga diajaknya trah Sukarno ke arena politik merupakan skenario orang dekat Soeharto, Jenderal L.B. Moerdani, untuk melemahkan kekuatan Islam.
Rachmawati semakin kencang menyerang Megawati ketika Presiden Abdurrahman Wahid dilengserkan. Saat itu Rachmawati berpihak kepada Gus Dur. Serangan itu terus berlanjut saat Megawati menggantikan Gus Dur sebagai presiden.
Megawati lagi-lagi dianggapnya tidak menjalankan pemikiran Sukarno dengan mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 menjadi liberal-kapitalis. Dalam UUD 1945 yang diamendemen Megawati, telah terpisahkan antara UUD 1945 dan Pancasila.
Rachmawati juga masih memendam amarah kepada Megawati saat menjadi presiden karena mengeluarkan kebijakan release and discharge (surat keterangan lunas) bagi obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Kebijakan itu paling banyak menyedot keuangan negara.
Karena itu pula, Rachmawati berupaya melakukan perlawanan terhadap Megawati dengan mendirikan Partai Pelopor. Partai ini mendapatkan tiga kursi di Dewan Perwakilan Rakyat pada Pemilihan Umum 2004.
Namun Rachmawati mundur pada 2007 dan kemudian bergabung dengan Partai Nasional Demokrat. Terakhir ia pindah ke Partai Gerakan Indonesia Raya pimpinan Prabowo Subianto. Rachmawati didapuk sebagai Wakil Ketua Umum DPP Gerindra.
Diduga, perbedaan pilihan politik membuat saudara seibu dari pasangan Soekarno - Fatmawati itu kerap bergesekan.
Agak beda dengan Rachma, Sukmawati Soekarnoputri menilai Mega sebagai sosok yang bisa dikagumi. Sukma menyebut bahwa dirinya mengagumi Mega. Meski termasuk orang pendiam, Mega, Kata Sukma, adalah sosok yang bisa berbicara dengan sangat menggebu-gebu di depan orang banyak,
Megawati pandai berbicara. Mungkin saja, kata Sukmawati, itu berkat peran suaminya, Taufiq Kiemas.
“Saya kira yang menyemangati Mas Taufiq, sehingga Mbak Mega berani tampil dan bicara dengan rakyat,” ujar Sukmawati seperti dikutip dari buku Megawati: Anak Putra Sang Fajar.
Dilihat dari kepiawaiannya berbicara di depan publik itu, menurut Sukmawati, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu sudah memenuhi standar seorang politikus. Presiden ke-5 Republik Indonesia itu pun sudah bisa dijadikan contoh.
Namun pujian tinggallah pujian, Sukma juga kerap melontarkan kritik untuk Mega. Ia kecewa karena, saat menjadi presiden pada 2002-2004, Megawati kurang peduli terhadap perempuan. Tak banyak acara Presiden yang melibatkan kaum perempuan pada saat itu.
Sukmawati juga menilai Megawati kurang tegas dalam bersikap dan kurang demokratis. Misalnya ketika Soeharto dilengserkan pada 1998, Megawati terkesan kurang suka terhadap sikap anak-anak muda yang mendorong perubahan rezim itu.
Dalam menindak penguasa Orde Baru, kata Sukmawati, Megawati tak beda jauh. Padahal banyak orang yang menilai Soeharto telah melakukan aneka kesalahan dan pelanggaran berat HAM. “Nothing,” kata Sukmawati.
Sikap tidak demokratis Megawati juga ditunjukkan ketika PDI Perjuangan menggelar kongres di Bali 2015. Masih saja tercetus calon tunggal untuk ketua umum dalam kongres itu, yang tak lain adalah Megawati sendiri. Padahal partai lain sudah menggelar konvensi.
Sama seperti Megawati, Sukmawati bergelut di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia semasa mudanya. Namun, ketika Megawati memilih bergabung dengan PDI pada 1987, Sukmawati tidak.
Sebab, waktu itu ada konsensus di dalam keluarga Sukarno yang digagas Guntur Soekarnoputra, putra tertua Sukarno. Mereka tidak akan berpolitik sebagai bentuk kekecewaan difusikannya partai bentukan Sukarno, Partai Nasional Indonesia (PNI), menjadi PDI.
Tapi Sukmawati kemudian berpolitik juga dengan menghidupkan kembali PNI pada 2002 melalui PNI Marhaenisme. Pada waktu yang sama, Rachmawati Soekarnoputri pun membentuk partai berbeda, Partai Pelopor.
Jejak Soekarno dalam politik secara tidak langsung masih diikuti Mega, dalam hal ini di PDIP. Sedangkan Rachma dan Sukma punya arah yang berbeda. Sikap yang bertentangan inilah yang membuat Mega dan Rahcma-Sukma mustahil akur.