Bantah Terima Duit Suap Rp 70 Juta, Menag Lukman Klaim Dirinya Antikorupsi

Bantah Terima Duit Suap Rp 70 Juta, Menag Lukman Klaim Dirinya Antikorupsi

menag lukman jitunews

Menteri Agama Lukman Hakim via jitunews.com

 

Sumber.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membantah menerima uang suap senilai Rp 70 juta dari terdakwa Haris Hasanuddin sebagaimana dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, saat pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada 29 Mei 2019 lalu. Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menegaskan tak menerima uang suap yang disebutkan guna meloloskan Haris sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.

 

Sebagaimana diketahui dalam dakwaan jaksa KPK disebutkan bahwa Menag Lukman tetap mengangkat Haris dalam jabatan itu dan sebagai imbalannya, Haris memberikan uang total Rp 70 juta pada Lukman dalam dua kali pemberian. Yakni, pada tanggal 1 Maret 2019 di Hotel Mercure Surabaya, dalam pertemuan itu Lukman Hakim menyampaikan bahwa dia 'pasang badan' untuk tetap mengangkat Haris. Haris pun memberikan uang kepada Lukman sejumlah Rp 50 juta. Kemudian pada tanggal 9 Maret 2019, saat kunjungan Lukman ke pondok pesantren Tebu Ireng, Jombang, Haris memberikan uang Rp 20 juta melalui Herry Purwanto sebagai bagian dari komitmen yang sudah disiapkan oleh Haris untuk pengurusan jabatan selaku Kakanwil Kemenag Jatim.

 

"Saat melakukan kunjungan kerja ke Surabaya, tanggal 1 Maret 2019, baik saya maupun ajudan dan petugas protokol yang mendampingi, tidak pernah menerima pemberian dalam bentuk apapun dari Haris, apalagi pemberian berupa uang sejumlah Rp 50juta. Saat itu, juga tidak ada pertemuan khusus dengan Haris. Saya hanya ke ruang transit hotel bersama beberapa pegawai dari jajaran Kanwil sekitar 10 menit sebelum acara dimulai. Dari situ langsung mengisi acara. Selesai acara, saya langsung meninggalkan hotel," tegas Menag Lukman di Jakarta, Senin, 3 Juni 2019.

 

Menurut Menag Lukman, pada 9 Maret 2019, di Tebu Ireng Jombang, Haris memang memberikan uang, jumlahnya Rp10juta, bukan Rp20juta. Namun, uang tersebut diberikan Haris kepada ajudannya, bukan secara langsung kepadanya.

 

Dikatakan Menag, maksud dan tujuan Haris memberikan uang tersebut kepada ajudan Menag pun tidak jelas. Ketika hal itu ditanyakan oleh ajudan Menag, Haris mengatakan bahwa uang itu sebagai “honorarium tambahan”. Uang tersebut juga baru disampaikan ajudan kepada Menag setelah sampai di Jakarta.

 

"Jadi sejak awal, saya memang tidak tahu adanya pemberian uang tersebut," katanya.

 

Dia pun mengatakan, saat uang tersebut dilaporkan oleh ajudan, dia menolak untuk menerimanya. Dia berpendapat dirinya tidak berhak atas uang tersebut karena tidak memiliki acara apapun yang digelar Kanwil Kemenag Jawa Timur.

 

"Saya sudah meminta ajudan untuk mengembalikan uang tersebut kepada Haris. Namun, mengingat Ajudan tidak pernah bisa bertemu langsung dengan Haris, maka uang tersebut masih disimpan dan baru dilaporkan kembali oleh ajudan kepada saya pada 22 Maret 2019. Akhirnya, uang tersebut dilaporkan ke KPK pada 26 Maret 2019. Pelaporan uang Rp10 juta itu sebagai bentuk komitmen saya terhadap pencegahan tindak gratifikasi," tuturnya.

 

Sebagai penyelenggara negara, lanjut dia, dirinya sadar akan adanya larangan menerima gratifikasi dalam bentuk apapun. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No 02 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi, jelas mengatur bahwa Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara wajib melaporkan setiap penerimaan Gratifikasi kepada KPK apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Laporan gratifikasi bisa dilakukan dalam rentang 30 hari kerja sejak diterima. Sementara pasal 2 ayat (2) Peraturan KPK tersebut mengatur, pelaporan gratifikasi dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Gratifikasi diterima oleh Penerima Gratifikasi dengan mengisi Formulir Pelaporan Gratifikasi.


"Kalau Haris menyerahkan uang Rp10 juta itu ke ajudan pada 9 Maret, selang 17 hari kalender, uang itu sudah dilaporkan ke KPK. Hitungannya, gratifikasi itu sudah dilaporkan dalam 12 hari kerja," ujarnya.

 

Baca juga: Kasus Jual Beli Jabatan, Menteri Agama Lukman Disebut Terima Rp 70 Juta

 

Baca juga: Menteri Agama Lukman Diperiksa KPK Terkait Penyelenggaraan Haji