Hartini, Satu-Satunya Istri Yang Dampingi Soekarno Ke Liang Kubur
Ilustrasi Via Blogger
Sumber.com - Sejarah mencatat, hanya Soekarno lah satu-satunya Presiden Indonesia yang beristri banyak. Mulai dari Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Haryati, Kartini Manoppo, Ratna Sari Dewi, Yurike Sanger dan Heldy Djafar. Karisma yang dimiliki Sang Putra Fajar membuat dirinya digandrungi kaum hawa.
Namun dari deretan nama istri-istri diatas, faktanya hanya ada satu orang yang mendampinginya di akhir hayat. Dia adalah Hartini, sosok yang dinikahinya setelah Fatmawati. Soekarno - Hartini menikah hanya dua hari setelah Guruh Soekarnoputra lahir. Dikisahkan bahwa Soekarno meminta restu kepada Fatmawati untuk menikahi Hartini, pada sebuah percakapan di atas ranjang.
Setidaknya begitu menurut pengakuan Fatmawati dalam 'Catatan Kecil Bersama Bung Karno-Volume 1 (1978:80)'.
“Fat, aku minta izinmu, aku akan kawin dengan Hartini." kata Soekarno.
Fatmawati tak terima, tentu saja. Perkataan suaminya sangat menyakitkan. Wanita mana yang mau dimadu? Perempuan mana yang rela dipoligami? Saat itu, Fatmawati meminta dipulangkan saja kepada orangtua, namun Soekarno menolak.
"Tapi aku cinta padamu dan aku juga cinta pada Hartini" katanya.
Pada akhirnya, Soekarno - Hartini menikah pada 7 Juli 1953 di Istana Cipanas. Namun, Hartini tidak tinggal di Istana, melainkan tinggal di salah satu paviliun di Istana Bogor. Meski tak tinggal di Istana, Hartini tetap mendampingi Soekarno saat menghadiri beberapa acara kenegaraan.
Seperti menemui Ho Chi Minh, Norodom Sihanouk, Akihito dan Michiko. Meski hidup sebagai 'istri kedua', namun ada satu keistimewaan yang didapat Hartini dari Presiden Soekarno. Dan mungkin, keistimewaan itu tidak dimiliki oleh istri Soekarno yang lain. Di tahun 1950-an, saat nasionalisme dan revolusi sangat kuat mewarnai citra diri Soekarno, peran Hartini di Istana Bogor sangat besar.
Hal ini kemudian menjadikan Hartini sebagai satu-satunya istri Soekarno yang paling lama bertemu dengan Soekarno. Dan sejarah mencatat, jika Hartini adalah sosok wanita yang mengisi separuh kehidupan Soekarno.
Hartini sebagaimana disebut wartawan kawakan Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil: Petite Histoire Indonesia Jilid 5 adalah kenalan Panglima Divisi Diponegoro Kolonel Gatot Subroto. Gatotlah yang memperkenalkan Hartini kepada Sukarno. Sementara menurut sejarawan Monash University John David Legge, hubungan Hartini dan Sukarno terjalin lewat jasa baik Kepala Staf Istana Mayor Jenderal Soehardjo Hardjowardjojo.
Soehardjo berperan dalam mengatur pertemuan mereka.
Hartini lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 20 September 1924. Dia besar di Bandung lantaran ayahnya pegawai kehutanan yang kerja berpindah tempat. Sebelum bertemu Sukarno, Hartini bersuamikan Soewondo, seorang pegawai perusahaan minyak dan menetap di Salatiga, Jawa Tengah.
Pernikahan pertama Hartini menghasilkan lima orang buah hati. Menurut Legge Hartini adalah wanita yang cerdas, berpengalaman, dan tahu lebih luas tentang dunia ketimbang Fatmawati. Perhatian Sukarno kepadanya bukanlah perhatian yang sekilas. Dari Hartini, Sukarno memperoleh dua putra: Taufan dan Bayu.
Akan tetapi, Hartini juga bukanlah yang terakhir dalam kidung asmara Sukarno. Masih ada wanita-wanita lain yang diperistri Sukarno di kemudian hari. Meski pada dasarnya, Hartini adalah istri yang paling setia kepada Soekarno, bahkan dia mendampinginya hingga pemakaman.
Di pangkuan Hartinilah Bung Karno menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Subroto pada 21 Juni 1970.
Dari sekian banyak istri, hanya Hartini yang mendampingi Sukarno di masa-masa keruntuhan. Dalam memoarnya, Rachmawati, putri ketiga Bung Karno dari Fatmawati, mengenang Hartini dengan tekun dan setia melayani Sukarno sampai detik terakhir kehidupan sang Putra Fajar. Kebencian yang sempat terpupuk sirna di hati Rachmawati, berganti hormat dan sayang.
“Ia setia kepada Bapakku baik dalam masa jaya sehingga pada masa kejatuhannya,” kenang Rachmawati dalam Bapakku Ibuku: Dua Manusia yang Kucinta dan Kukagumi.
“Betapapun yang pernah kurasakan terhadapnya di masa-masa lalu, faktanya adalah Bu Har menemani Bapak sehingga akhir hayat.”