Kematian Masal Petugas KPPS Bisa Diprediksi, Namun Hanya Bisa Disesali
Foto: BBC
Sumber.com - Satu hari paska 17 April 2019 Presiden Joko Widodo mendapatkan ucapan selamat dari beberapa pemimpin dunia. Mereka mengucapkan selamat karena Indonesia berhasil menyelenggarakan pesta demokrasi yang diklaim sebagai terakbar sejagat.
Selain karena cakupan wilayah yang cukup besar, Pemilu Serentak 2019 juga melibatkan 5 kali pencoblosan dalam satu waktu. Tak bisa dipungkiri bahwa perhitungan suara pun membutuhkan kerja ekstra, terutama untuk petugas yang berada di lapangan.
Alhasil banyak petugas yang jatuh sakit. Bahkan, meninggal dunia. Dan jumlahnya mencapai lebih dari 500 jiwa. Mereka meninggal diduga karena faktor kelelahan. Kondisi ini justru menimbulkan misteri, karena dari kacamata ilmu kedokteran tidak ada kematian yang disebabkan karena kelelahan.
Persoalan bergulir, banyak pihak mendesak agar segera dilakukan autopsi terhadap jenazah petugas KPPS yang meninggal. Tujuan autopsi jelas untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih pasti, dibandingkan kesimpulan yang lebih umum seperti faktor kelelahan yang selalu disebut-sebut oleh KPU.
Namun autopsi urung dilakukan. Banyak yang tidak setuju usulan tersebut. Alhasil spekulasi muncul. Ada asumsi yang menuding bahwa para korban meninggal akibat diracun, karena alasannya banyak korban yang mengalami muntah darah sebelum meregang nyawa.
Wakil Ketua Komunitas Kesehatan Peduli Bangsa, dr Zulkifli, yang telah melaporkan masalah ini ke Bareskrim Polri menyampaikan, bahwa kematian ratusan petugas KPPS adalah masalah serius. Tapi laporan tersebut tampaknya bertepuk sebelah tangan.
Zulkifli mengatakan bahwa dirinya tidak menerima penjelasan yang menyebutkan bahwa korban meninggal karena kelelahan.
"Kematian dalam jumlah besar, tapi penjelasan tidak pas, faktor kelelahan. Pengalaman saya sebagai dokter, tidak ada penyebab kematian karena kelelahan," katanya saat berbincang dalam program Apa Kabar Petang tvOne, Jumat 10 Mei 2019 lalu.
Menurutnya, pemicu kematian mungkin saja karena kelelahan, tapi jumlah mereka yang meninggal sangat besar. Karena itu perlu dilakukan penelitian lebih mendalam. Selain itu, hingga kini masih banyak petugas KPPS yang masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Dia juga menyebut bahwa dirinya bisa memprediksi korban akan terus bertambah. Dia tidak sependapat jika para korban disebut sebagai pahlawan demokrasi, lebih tepatnya disebut sebagai korban demokrasi.
"Bahkan saya punya prediksi akan bertambah, bahkan yang ironi buat saya sebagai aktivis kebangsaan, dikatakan ini pahlawan demokrasi. Kalau saya mengatakan ini korban demokrasi," tambah dia.
Meski begitu tampaknya jumlah kematian sebanyak itu hanya cuma bisa disesali, tanpa adanya solusi. Tidak juga ada pihak yang berani bertanggung jawab. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menilai KPU, Bawaslu, pemerintah dan legislatif seharusnya menyampaikan permintaan maaf kepada publik.
"Bagaimanapun, kan, petugas KPPS itu, kan, bagian jaringan penyelenggara pemilu juga," kata dia dilansir Tirto.
Menurut Ujang, para pihak pemangku kebijakan seolah masih gengsi meminta maaf terkait kejadian ini, padahal hal itu terkait dengan ketidaksiapan penyelenggaraan Pemilu 2019, dan bukan kesalahan perseorangan.
"Mereka berhati-hati karena mereka, kan, sedang disorot. Mereka menjaga gengsi itu," ujarnya.
Ditambah lagi, lanjut Ujang, narasi delegitimasi penyelenggaraan pemilu terus terjadi. Komisioner KPU pada satu sisi tengah menjaga marwahnya, sementara pemerintah dan DPR menjaga diri agar tak diserang terkait pembentukan Undang-undang Pemilu.
"Kita butuh kebesaran hati mereka," kata dia.
Terlalu dini jika para pemimpin dunia menyebutkan bahwa Indonesia telah berhasil melaksanakan Pemilu 2019, mengingat jumlah korban yang mencapai ratusan jiwa. Ini adalah pesta demokrasi di Indonesia dengan 'tumbal' paling banyak sepanjang sejarah penyelenggaraan pemilu.
Dan lagi, proses perhitungan suara masih menyisakan beberapa hari lagi, bukan mustahil jumlah korban akan kembali bertambah mengingat beratnya beban kerja yang diemban para petugas KPPS. Paling tidak proses akan berlangsung hingga 22 Mei, saat KPU mengumumkan hasil perhitungan suara.
Berapa banyak lagi yang harus kelelahan?