Swasembada Pangan Era Soeharto Akan Selalu Dikenang dan Patut Ditiru
Foto: Merdeka
Sumber.com - Krisis pangan yang dihadapi Indonesia belakangan menunjukkan ada yang salah dengan sistem yang ada. Indonesia adalah negara yang mestinya mampu untuk menutupi kebutuhan pangan, seperti apa yang pernah terjadi di Era Soeharto.
"Swasembada pangan itu proyek yang bagus. Kalau kita mau jadi negara yang mandiri, maka harus bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Tidak tergantung pada orang lain," kata pakar sejarah dari Universitas Padjajaran (Unpad), Dr. Tiar Anwar Bahtiar saat dihubungi.
Tiar mengatakan jika Indonesia teralu banyak mengimpor pangan, maka hal tersebut menunjukan bahwa kita adalah negara yang lemah.
"Itu pokok. Jadi kalau sekarang terlalu banyak impor pangan seperti jagung dan kedelai, itu menandakan negara kita lemah," sambungnya.
Menurut dia, satu strategi yang digagas Suharto untuk memajukan sektor pertanian kala itu adalah Revolusi Hijau yang mana cara bercocok tanam dari tradisional berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Revolusi Hijau muncul karena adanya masalah kemiskinan yang disebabkan pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat tidak sebanding dengan peningkatan produksi pangan. Terdapat beberapa upaya yang dilakukan pemerintah Orde Baru untuk menggalakkan revolusi hijau, di antaranya intensifikasi pertanian, ekstensifikasi pertanian, diversifikasi pertanian, dan rehabilitasi pertanian.
"Sesuatu yang dikerjakan Pak Harto harus menjadi contoh bahwa (negara) kita bisa swasembada pangan," tegasnya.
Maka, kata Tiar, tidak ada salahnya jika pemerintah yang berkuasa berkaca pada sejarah tentang keberhasilan negeri ini mengubah posisi net importer beras menjadi pengekspor beras terbesar. Adalah medali From Rice Importer To Self Sufficiency dari Food and Agriculture Organization (FAO) pada 1984 yang diterima Presiden RI kedua Soeharto menjadi tonggak bersejarah negeri ini.